Kata Mutiara Soekarno (Bung Karno)
Nasionalisme kita adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi ”perkakasnya Tuhan”, dan membuat kita menjadi “hidup di dalam
rokh”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]
Nasionalisme yang sejati, nasionalismenya itu bukan se-mata-mata copie atas tiruan dari Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 5]
Nasionalisme Eropa ialah satu Nasionalisme yang bersifat serang menyerang, satu Nasionalisme yang mengejar keperluan Beograd, satu Nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi, Nasionalisme semacam itu pastilah salah, pastilah binasa. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 6]
Kita bangsa yang cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan! [Pidato HUT Proklamasi, 1946 ]
Bangsa adalah segerombolan manusia yang keras ia punya keinginan bersatu dan mempunyai persamaan watak yang berdiam di atas satu geopolitik yang nyata satu persatuan. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 58]
Kita dari Republik Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu. Maka itu di samping sila kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkan sila perikemanusiaan. [Pancasila sebagai dasar negara, hlm. 64]
Janganlah kita lupakan demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal dari rakyat dan bukan berada di atas rakyat. [Bung Karno penyambung lidah rakyat, hlm. 69]
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. [Pidato Hari Pahlawan 10 Nop. 1961]
Di dalam arti inilah maka pengorbanan kawan Tjipto itu harus kita artikan: Tiada pengorbanan yang sia-sia. Tiada pengorbanan yang tak berfaedah. “No sacrifice is wasted”. [Suluh Indonesia Muda, 1928]
Tidak seorang yang menghitung-hitung : “Berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya.” [Pidato HUT Proklamasi, 1956]
Oleh karena itu, maka Marhaen tidak sahaja harus mengikhtiarkan Indonesia Merdeka, tidak sahaja harus mengikhtiarkan kemerdekaan nasional, tetapi juga harus menjaga yang di dalam kemerdekaan nasional itu harus Marhaen yang memegang kekuasaan. [Mencapai Indonesia Merdeka, 1933]
Ini Negara, alat perjuangan kita. Dulu alat perjuangan ialah partai. Nah, alat ini kita gerakkan. Keluar untuk menentang musuh yang hendak menyerang. Kedalam, memberantas penyakit di dalam pagar, tapi juga merealisasikan masyarakat adil dan makmur. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 60]
Dari sudut positif, kita tidak bisa membangunkan kultur kepribadian kita dengan sebaik-baiknya kalau tidak ada rasa kebangsaan yang sehat. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 65]
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita Beograd. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan Beograd, akan dapat berdiri dengan kuatnya.
[Pidato HUT Proklamasi, 1945]
Dalam pidatoku, “Sekali Merdeka tetap Merdeka”! Kucetus semboyan: ”Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN”. [Pidato HUT Proklamasi, 1946]
Dalam pidatoku Rawe-rawe rantas, malang-malang putung kutegaskan Rawe-rawe rantas, malang-malang putung ! Kita tidak mau. Dua kita melawan! Sesudah Belanda menggempur …..mulailah ia dengan politiknya devide et impera, politiknya memecah belah …..maka kita bangsa Indonesia bersemboyan bersatu dan berkuasa.
[Pidato HUT Proklamasi, 1947]